About me

 

SELAMAT DATANG DI SAHABATQQ - AGEN DOMINOQQ AGEN BANDAR Q DAN POKER ONLINE AMAN DAN TERPERCAYA TERSEDIA LIVE CASINO DAN SLOT GACOR LINK : PLAYSAHABAT.NET| PLAYSAHABAT.COM | WA +855312298058

Pengalaman Sex Istri Pengusaha Yang Kesepian

CeritaSex - Aku adalah istri seorang pengusaha yang bisa di bilang cukup kaya. Anakku ada dua, kebetulan cowok semua dan usianya pun sudah menginjak dewasa. Mereka memilih bersekolah di luar negeri. Sedangkan suamiku seorang pengusaha yang cukup sibuk dengan usaha – usahanya.


Alhasil tinggallah diriku dengan segala kesepian yang ada. Bila bangun pagi hari, aku selalu termenung. Karena suasana rumah yang cukup besar sehingga aktifitas yang dikerjakan pembantu pembantuku nyaris tak terdengar, apalagi di dalam kamarku yang cukup luas. Malam hari pun sama, setelah pembantuku beraktifitas mereka segera pergi tidur dalam waktu yang bisa dibilang masih sore.

Hanya acara televisi yang selalu menemani, itupun sudah membuatku bosan. Karena semua acara sudah aku hafal dan semua menjadi tidak menarik lagi. Aku mencoba untuk mulai beraktifitas dengan tetangga, tapi menjadi percuma karena tetanggaku semua sibuk dengan urusan masing – masing. Karena stress di rumah, aku memutuskan untuk pergi ke tempat sahabatku Tia, di Jakarta. Hal itulah yang membuat aku berubah total dan drastis.

“Hai Tia, udah tidur belom?”
“Belom, lagi nonton TV. Ada apa ? Koq tumben loe malem malem nelpon.”
“Gue lagi stress banget nih, sejak anak-anak pergi ke Sydney di rumah sepi banget. Mana Candra gak pulang-pulang. Boleh gak gue nginep di rumahmu ?”
“Jelas bolehlah, loe kayak ama siapa aja. Kita khan udah kayak sodara.”
“Iya tapi gue khan takut ngeganggu elo en suami loe.” ( Tia anaknya dua satu cowok, satu lagi cewek. Yang cowok kuliah di Amerika, sedangkan yang cewek udah nikah trus ikut suaminya ke Aussie )
“It’s oke koq, Santo lagi pergi ke Amrik mungkin 2 – 3 minggu lagi baru pulang.”
“Ya udah kalo gitu, besok jemput gue di airport ya. Gue naek pesawat paling pagi.”
“Oke, ntar pagi gue suruh sopir standby di bandara.”

Itulah pembicaraan singkat dengan sahabatku malam sebelum keberangkatanku.

Ketika mobil berhenti tepat di depan pintu rumah, ku lihat Tia bergegas menghampiriku, lalu kami berpelukan sambil bercipika cipiki. “Wah wah makin cantik dan sexy aja nih” kata Tia sambil menatapku dari atas sampai ke bawah. Ah, biasa aja, loe sendiri juga oke , spa di mana ? Gue pengen di pijit nih biar relax.

“Ah bisa aja deh, gue cuma luluran aja di rumah. Kalo cuma pijit sih, Toni juga bisa. Yang ngelulur en mijitin aku khan si Toni. Do’i jago lho, di jamin ketagihan deh. “ Toni .. ? Siapa Toni ? “Sopir pribadi gue, yang tadi ngejemput loe. Sekarang loe ke kamar, ntar gue suruh si Toni ke kamar loe” Tapi Len.., gue khan malu. Masak yang mijit cowok, masih muda lagi. “Udah loe tenang aja, ntar gue temenin deh biar loe nggak risih”

Sesampainya di kamar, aku berbaring sejenak membayangkan Toni yang akan memijitku, menyentuh bagian-bagian tubuhku yang sudah lama tidak disentuh oleh suamiku. Orangnya masih muda kira-kira umur 25 tahun, tinggi sekitar 177 cm, berat sekitar 70 kg, berkulit sawo matang tapi bersih sehingga memberi kesan macho, dengan rambut berpotongan rapi, sopan dan ramah.

Terlebih sorot matanya yang tajam dan rahang yang memberikan kesan gagah. Apabila dalam setelan safarinya, terlihat seperti seorang bodyguard. Sehingga aku merasakan ada suatu desiran aneh dalam diriku. Seperti adrenalin yang bergejolak, membuatku darahku bergejolak, dan aku pun terbuai dalam lamunanku sendiri.

Tok…tok…tok… suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. “Siapa ?” Toni, bu. Lalu aku pun melangkah dan membuka pintu. Ku lihat Toni sudah berganti pakaian, dari setelan safari berganti dengan celana jeans dan kaos ketat tipis warna putih yang semakin memperlihatkan otot-otot lengannya yang kekar, juga six pack perutnya terlihat menonjol.

Aku sempet berpikir, koq kayak model iklan susu L-men, tadi kayak body guard. Hebat juga Tia nyari sopir pribadi, jangan-jangan dia sopir plusnya Tia, tapi segera ku tepis pikiranku. “Mari masuk, lho.. bu Tia mana ?” tadi sedang terima telpon, saya disuruh duluan, jawab Toni dengan sopan. “Hm, ya udah kamu tunggu sebentar saya ganti dulu.” Iya bu, permisi…, jawabnya.

Lalu aku pun berjalan ke kamar mandi, setelah pintu ku tutup, ku buka pakaianku. Ku pandang tubuhku dari kaca besar yang terletak di atas wastafel. Ku putar ke kiri dan ke kanan, benar juga apa yang di katakan sahabatku tadi. Tubuhku, walaupun sudah beranak dua masih terlihat seperti iklan Tropicana Slim, memang agak montok sedikit membuat terlihat lebih sekal.

Di usia yang hampir memasuki kepala empat, dengan tinggi 169 cm dan berat 53 kg, di tunjang dengan payudara 34 B, aku masih tidak kalah dengan anak-anak remaja sekarang. Maklumlah aku sering spa untuk mengurangi stress yang ku alami, tak heran jika kulitku pun putih mulus. Bahkan selulitku telah ku buang melalui operasi di Singapore setelah aku melahirkan anak yang kedua.

Lalu kuperhatikan wajahku, meski ada sedikit keriput samar di daerah mata, tapi menurutku wajahku masih cukup cantik. Karena di kala aku pergi shopping atau sekedar jalan-jalan di mall, banyak lelaki termasuk remaja melirik ke arahku, bahkan ada di antara mereka bersuit ke arahku. Ku libatkan handuk di sekeliling tubuhku, lalu kurapikan rambutku, aku pun berjalan ke luar.

Ketika ku tutup pintu kamar mandi dari luar, Toni bangkit berdiri dan menatapku. Ku lihat dia terpana melihatku yang hanya berbalut selembar handuk dengan rambut yang tergerai di bahu. ”kenapa Ton?” Eh, enggak bu. Ibu terlihat cantik sekali, mirip cerita bidadari yang di filem – filem. 

“Ah, kamu bisa aja Ton, pinter ngerayu. Udah berapa pacar yang kena ama rayuan kamu?” kataku sambil duduk di springbed.
“Enggak ada bu, saya gak punya pacar. Dulu waktu sma pernah punya pacar, tapi pas lulus langsung di nikahin sama bapaknya. Bapaknya gak mau anaknya pacaran sama orang miskin kayak saya. Ibu mau dipijit sekarang ?
“Ehm, boleh deh” kataku sambil berbaring. Toni pun melangkah ke kasur sambil membuka tutup body lotion.

Permisi bu, lalu kurasakan tangan Toni menyentuh telapak kakiku. Ada rasa geli dan nyaman ketika Toni memijit telapak kakiku. Setelah beberapa menit, pijitan mulai naik ke betis dan setengah pahaku, karena separuh pahaku yang atas masih terlilit handuk. Hem, benar juga yg dibilang Tia, nyaman juga pijitannya. Tapi koq Tia gak nongol-nongol, sahabatku itu kadang kalo nelpon bisa ber jam-jam lamanya, paling cepat 1 – 2 jam. Ah terserahlah, aku udah gak peduli karena terhanyut dalam pijitan-pijitan Toni, sehingga tanpa sadar aku pun terlelap.

Entah sudah berapa menit, tiba-tiba aku merasa ada yang memanggilku. Bu..bu..Vania “ya, ada apa” jawabku dalam keadaan setengah sadar. Maaf, saya buka handuknya ya bu. Kakinya udah selesai dipijit, sekarang mau mijit punggungnya “Ya, silahkan” jawabku spontan. Ketika tangan Toni menyentuh bahu dan pundakku, kesadaranku mulai pulih.

Aku teringat keadaan saat ini, di mana Tia masih belum selesai menerima telepon. Sedangkan aku hanya berdua dengan Toni, sedangkan tubuhku hanya bagian depan yang tertutup, karena aku berbaring tengkurap, sebagian dari payudaraku yang tertekan pasti terlihat. Berbagai perasaan terbersit dalam hatiku, karena ini pengalaman pertamaku disentuh oleh lelaki selain suamiku.

Biasanya aku selalu dipijit oleh wanita, hal inilah yang membuatku menolak saat sahabatku menyarankan Toni untuk memijitku. Dengan pemijat segagah Toni, dan juga setelah sekian lama aku belum melakukan hubungan intim hal ini membuat hatiku berdebar-debar. Antara rasa malu dan nafsu yang mulai menghinggapi diriku.

Hilang sudah rasa nyaman, berganti dengan perasaan aneh yang perlahan muncul seiring dengan pijatan Toni. Sehingga saat perasaan aneh itu sudah menguasai diriku, tanpa sadar aku mulai mendesis kala tangan Toni mengenai daerah-daerah sensitifku. Dia mengurut dari pinggul bawah ke atas, lalu tangannya beralih menuju pundak, ketika tangannya menyentuh leherku, aku langsung menggelinjang antara geli dan nafsu.

Di situ merupakan daerah sensitif keduaku, di mana yang utama adalah clitorisku. Sehingga aku semakin liar mendesis dan tanpa sadar aku berbalik. Dengan napas tersengal-sengal ku buka kelopak mataku, kutatap Toni yang menatapku dengan posisi berdiri diatas lututnya. Ku lihat peluhnya bercucuran sehingga kaosnya basah oleh keringat, membuat tubuhnya jadi semakin sexy.

Aku sudah kehilangan akal sehatku, sehingga aku sudah tak ingat lagi bahwa tubuhku yang telanjang kini terpampang jelas di hadapan Toni. Toni pun seolah mengerti akan keadaanku lalu di ambilnya handuk yang tadi melilit tubuhku. Di lapnya keringat di wajah, lalu ketika dia membuka kaosnya langsung aku ambil handuk ditangannya. Ku seka keringatnya sambil kuraba tubuhnya, karena tubuh suamiku sangat berbeda dengannya. Kuraba dadanya yang bidang, lalu tangan kiriku turun hingga six packnya sambil kuciumi dadanya.

Sedangkan tangan yang satu lagi membelai punggungnya yang juga berotot. Ketika tangan kiriku meraih kancing celana jeans nya, tangan kanannya menangkap tangan kiriku, lalu tangan kirinya meraih pinggangku. Sambil menarik pinggangku ke atas, dilumatnya bibirku. Oohh.. aku merasakan sentuhan yang berbeda dari yang pernah aku rasakan. Kubalas dengan melumat bibir bawahnya, lalu kurasakan lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku, kami saling melumat.

Lalu di rebahkannya aku, dan dia membuka kancing celananya. Pemandangan itu sungguh erotis sekali di hadapanku, aku bangkit lagi dan ku elus celana dalamnya yang terlihat kepenuhan itu. Ku cium bagian atasnya, tak tercium bau kejantanannya, tampaknya dia cukup merawat miliknya itu. Ku kecup kepalanya sambil ku pelorotkan celana dalamnya.

Oohh, gelegak nafsuku semakin menggelora. Segera kumasukkan batangnya ke dalam mulutku, ku sedot keluar masuk, ku dengar rintihannya yang membuatku semakin panas. Ketika ku lihat ke atas, tampak dia terpejam menikmati sedotanku. Setelah ku hisap selama kurang lebih sepuluh menit, Toni menghentikan gerakanku.

Di lumatnya lagi mulutku sembari membaringkan aku di tempat tidur. Lalu dilumatnya leherku, sehingga aku kembali menggeliat liar. “Ekhs.., Ton…” Ku cengkeram sprei tempat tidur, sementara tangan yang satu lagi mencengkram punggungnya. Tampaknya Toni sudah mengetahui kelemahanku, dia segera berpindah untuk melumat bukit kembarku.SahabatQQ

Lidahnya melumat habis kedua bukitku beserta ujung ujungnya. Sementara tangannya terus turun meluncur melalui perutku, sampai pada bukit kecilku yang berbulu tipis yang kini sudah semakin basah. Aku memang selalu rajin mencukur bulu jembutku, karena aku suka memakai celana dalam G-string.

Tangannya kini sudah mencapai lipatan vaginaku, dan tersentuhlah clitorisku. Aku langsung tersentak, seperti terkena setrum ribuan volt. “akhs….. Ton……” jeritku sambil meremas rambutnya. Sementara tangan Toni bermain di selangkanganku, lidahnya kini turun ke perutku, bermain sebentar di seputar perut lalu kembali turun ke vaginaku. Kedua belah tangannya memegang kedua belah pahaku, sambil di pandanginya meqi ku yang basah oleh cairan kewanitaanku.

“Meqi bu Vania indah sekali..” perkataan itu seakan memberi suntikan gairah sehingga ku berkata dengan merintih “ayo Ton.. jangan di liatin aja” langsung di benamkannya bibirnya ke dalam meqi ku, sementara hidungnya mengenai clit ku, sehingga aku langsung tersentak mendongak ke atas. Di julurkannya lidahnya menyapu bagian dalam vaginaku, sehingga aku merasa seperti ada yang menggelitiki memekku itu. “oohhh….terus Ton…..terus….” rintihku sambil terus meremasi rambut di kepalanya.

Tangannya menggapai kedua belah payudaraku, sambil meremasi sesekali dia pelintir kedua pentilku. Membuatku menjadi semakin liar, dan ku rasakan badai kenikmatan yang terus menggelora di dalam diriku. Sampai akhirnya saat bibir Toni mengecup lalu menghisap clit ku, aku tersentak sedemikian hebatnya sambil menjerit “Aaakkhhsss…… wwaaannnn………” ku jepit kepalanya sambil kuangkat pinggulku tinggi tinggi, kedua tanganku menjambak rambutnya.

Toni pun tak henti hentinya terus menusuki memekku dengan lidahnya sembari memutarkan kepalanya, dihisap dan dijilatinnya hingga habis cairan yang keluar meleleh dari memekku, aku pun serasa terbang di awan-awan.

Seketika itu tubuhku melemas, Toni pun merangkak naik ke arahku, di peluknya diriku, di kecupnya keningku lalu dilumatnya bibirku. Aku pun membalasnya dengan melumat kembali bibirnya yang menurutku cukup sexy untuk dilumat. Kami saling berpandangan beberapa saat, aku serasa kembali menemukan sesuatu yang kini mengisi relung-relung hatiku yang sepi.

“Masukin kontolmu Ton, tapi pelan-pelan dulu ya. Aku masih agak lemas nih” kataku dengan lirih di telinganya. “Baik, bu.” “Jangan panggil ibu terus ah, gak enak didengernya. Maukah kamu memanggilku sayang ?” “Baik, sayang. Aku masukin ya.” “He eh, tapi pelan pelan lho” dan kurasakan kepala kontolnya yang mengkilap merah menempel pada kemaluanku.

Ada rasa berdebar di hatiku, inilah kejantanan selain milik suamiku yang beruntung dapat memasuki liang senggama milikku. Kurasakan perih ketika kepalanya masuk sedikit di bibir lubangku “Tonn, pelann.. agak perih nih.” “Iya sayang, ini juga pelan-pelan koq.” Toni kembali menekan pantatnya, dan penisnya kurasakan semakin menyeruak masuk ke dalam memekku.

Akupun spontan memeluk Ton “aakh..Tonn….” “tahan sedikit sayang!” Toni pun menghentakkan pantatnya dengan sekali hentakan dan seketika kurasakan perih yang kurasakan saat keperawananku hilang. Toni pun mengangkat pantatnya pelan-pelan, sehingga aku merasa memekku seperti tersedot keluar seiring dengan kontol Toni.

Lalu ditekannya kembali kontolnya ke dalam memekku, rasa perih yang semula kurasa itu hilang berganti sensasi nikmat di kala punya Toni keluar masuk dengan berirama menggelitiki dinding kewanitaanku.

“akhs…enak Ton….teruss sayang….”
“memekmu seret banget yang, kontolku kayak di urut nih” dilumatnya kembali bibirku, kami pun berpagutan sambil bergoyang pelan.

Setelah beberapa saat Toni mengentotiku dengan irama pelan, yang membuatku seakan sedang bercinta dengan kekasih yang telah lama tak bersua, gairahku timbul bersama dengan kekuatan yang mulai pulih setelah orgasme tadi. Dengan berpelukan, ku gulingkan tubuhnya ke sampingku, kini posisiku ada di atas tubuhnya dengan penis tetap tertancap di memekku.

“giliranku sayang.. , aku ingin memberikan kamu kenikmatan, seperti yang udah kamu berikan kepadaku.” Ku tekan dadanya yang bidang dengan kedua tanganku, lalu ku angkat pelan pelan pantatku “Oookhh…..” Toni memegang kedua tanganku sambil matanya membeliak “kenapa sayang ?” “kontolku kayak di sedot ke atas.” A

Akupun tersenyum sambil menurunkan kembali pantatku, ku lakukan beberapa saat, hingga ku lihat Toni pun merem melek keenakkan. Sesekali ku goyangkan pantatku ke kanan dan ke kiri. Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Tia pun masuk sambil ketawa-ketawa “Wah, enak koq gak ngajak-ngajak. Gimana ? bener khan yang gue bilang, Toni tuh jago banget, gue aja udah gak tau berapa kali gue di KO in dia.” “Iya Len, kamu dapet dari mana sih ?” “rahasia donk, ya gak say ?” jawabnya sembari mencium Toni.

Mereka pun berpagutan, lalu Tia berhenti dan melepas pakaiannya. Dikangkanginnya muka Toni dengan posisi berhadapan denganku. Toni pun tanpa disuruh langsung dilahapnya memek Tia, sehingga Tia pun mendesis keenakan. Buah dada ku disambar oleh Tia dan dihisap hisapnya, tangan yang satu memilin milin putingku.

Hal ini membuatku merem melek keenakan, sungguh suatu sensasi luar biasa timbul dalam diriku, inilah threesome pertamaku. Gairahku terus memuncak sehingga datanglah gelombang orgasme ku yang ke dua. Tia dan Toni seperti mengetahui akan keadaanku, aku pun dipeluk oleh Tia dan dikulum nya bibirku.

Ada perasaan yang sulit diungkapkan ketika Tia menciumku, tapi yang kuingat adalah gelora birahi membara yang menuntunku menuju gerbang orgasme. Toni pun menyambut hentakanku dengan mengangkat pantatnya ke atas sehingga batangnya terbenam habis ke dalam memekku dan menyentuh G-spot ku.

Aku pun mengerang panjang Aaakkkkhhhh……….. cairan orgasme ku mendesir keluar membasahi kontol Toni, akupun terkulai dalam pelukan Tia. Tia memandangku sambil membelai rambutku, dia menciumku mesra. Aku pun membalasnya, aku merasa bahagia seperti menemukan kembali cinta yang hilang.

Aku membaringkan diriku ke sebelah, ku lihat Tia mengulum batang kemaluan Toni. “Ehm.. peju mu enak banget Van” aku hanya tersenyum mendengar perkataan sahabatku itu. Lalu Tia pun berubah posisi, dia berbalik menghadap Toni, di enjotnya kontol Toni. Dengan liar ia bergoyang sambil mulutnya terus menceracau dan mendesis, payudaranya yang satu dihisap Toni, yang satu putingnya di pilin pilin.

Lalu tubuhnya bergetar hebat, dicengkeramnya pundak Toni Ooohhhh……. Wwaannnn……. aakkuuu kelluuaarrrr…….. Toni pun lalu bangkit, sambil mengangkat tubuh Tia dia membaringkan Tia lalu menggenjotnya. Sodokannya begitu cepat sehingga tubuh Tia terguncang guncang. Lalu dia pun mengerang Aaakkkkhhhh……….. bbbuuuu………. Aakkuuu uuddaahh mmooo kelluuaarrrr…….. Tia dengan sigap langsung menyambar kontol Toni dan mengulumnya.

Toni pun langsung mengejang, seketika ditariknya kepala Tia sambil menyemprotkan pejunya ke dalam mulut Tia. Tampak cairan kental keputihan meleleh dari sela sela bibir Tia. Akupun beringsut maju, turut serta mengulum batang dan peju Toni. Akhirnya kami bertiga tidur bareng dalam keadaan bugil. Itulah awal cerita yang membawaku ke dalam petualangan sex yang lebih liar.

Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, tampak wajah cantik Tia di balik pintu. “Udah siap belon ?” “Bentar lagi, gue belon make bedak nih.” 

“Gue tunggu di mobil ya.” Tia segera menghilang dari balik pintu.

Ku oleskan bedak tipis pada wajahku, ku pandang cermin, aku cukup puas dengan riasan yang ku pakai. Aku tidak suka merias wajah secara berlebihan, paling hanya menggunakan bedak, lipstik dan sedikit bloss on, itu pun dengan olesan tipis. Ku ambil tas tangan yang tergeletak di meja, lalu kulangkahkan kaki menuju pintu.

Mobil meluncur membelah jalanan kota Jakarta, kami menuju ke arah Kota. Di jalan Mangga Besar, kami membelok ke arah Lokasari Plaza. Setelah Toni memarkirkan mobil, kami pun berjalan-jalan di daerah sekitar situ. Ada banyak tempat judi ketangkasan di daerah ini (pada waktu itu belum ada larangan seperti sekarang ini), tempat demi tempat kami masuki, rupanya Toni hobi bermain judi ketangkasan.

Tia pun sepertinya sudah tak asing dengan tempat tempat seperti ini, karena ku lihat beberapa orang menyapanya dengan sopan. Toni memutuskan akan bermain di salah satu tempat, dia berbicara kepada Tia lalu Tia memberikan sejumlah uang dan kartu ATM kepadanya. Tia mengajakku keluar, kami pun keluar masuk di discotheque yang berada di daerah yang sama. Satu demi satu tempat itu kami masuki, aku merasa pengap dengan keadaan di dalam discotheque tersebut.

Asap rokok, musik House yang hingar bingar, orang-orang yang berjoget sampai untuk jalan pun susah. Ada beberapa cowok yang mendekati dan berusaha mengajak kami berkenalan, ada yang menawarkan minuman, bahkan ada yang menawarkan ‘inex’ (exstacy). Tia hanya tersenyum dan tertawa sambil terus berjalan, sesekali berhenti karena ada yang dia kenal.

Aku heran dan takjub kepada sahabatku, koq bisa ya dia seperti ini tapi aku tidak mengetahui sama sekali. Apakah aku yang naif dan terlalu mudah dibohongi, atau dia yang hebat dalam bersandiwara. Kalo dia berprofesi sebagai aktris, aku rasa udah banyak dia sabet piala-piala penghargaan. Handphone Tia berdering, dia masuk ke dalam toilet, supaya dia dapat menjawab panggilan itu. Sekeluarnya Tia dari dalam toilet, dia mengajakku keluar.

Setelah di luar, dia bercerita bahwa yang tadi menelepon adalah temannya yang lagi bete di rumah. Lalu setelah Tia menceritakan bahwa ia bersamaku, temannya itu mengundang ke rumahnya, katanya ingin berkenalan denganku dan akan mempersiapkan Welcome Party buatku. Kami mendatangi Toni di tempatnya bermain ketangkasan, setelah kami menemukannya Tia meminta kunci mobil. Kamipun bergegas pergi dari tempat itu menuju rumah kawan Tia.


“Koq, kamu nyupir sendiri ? Kenapa gak pake Toni ?”
“Gak pa pa, dia tu kalo udah kena maen, mo sampe besok juga dia mah betah. Lagian kita khan mo ngerayain Welcome Party buat loe. Kata temen gue, partynya khusus cewek aja.”

Aku jadi penasaran, party macam apa nih ? masak cuma cewek aja yang boleh.

Mobil yang kami tumpangi mulai berbelok memasuki gerbang perumahan teman Tia, kami berhenti sebentar, setelah security menanyakan indentitas dan maksud kedatangan kami, kami pun diperbolehkan masuk. Kami tiba di depan sebuah rumah yang cukup megah dan luas, mobil langsung masuk ke pekarangan dan berhenti tepat di depan pintu garasi. Rumah rumah di komplek itu tidak mempunyai pintu pagar, tapi berhalaman taman yang cantik cantik dan menarik.

Tia mengetuk pintu rumah itu, temannya yang membuka pintu. Cantik juga, tubuhnya tinggi semampai, bodynya langsing kulitnya putih, biasalah ciri khas keturunan Tionghoa. “Hai, apa kabar ? Wah temen loe cantik Len.” Katanya sembari cipika cipiki dengan Tia, lalu dia menjabat tanganku sambil bercipika cipiki denganku “Selamat datang ya, gue Jane” “Vania” jawabku singkat.

“Mari masuk, gak usah sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri.” Tia masuk sambil ngobrol dengan Jane langsung menuju ke suatu ruangan. Sementara aku memandang sekeliling dinding yang penuh dengan lukisan lukisan wanita. Ada yang berdua, bertiga, berempat bahkan yang rame- rame pun ada. Waktu ku perhatikan lukisan lukisan itu, aku merasa janggal, kenapa wanita wanita dalam lukisan semuanya tak berbusana, paling banter terlilit kain itupun masih menonjolkan bentuk tubuh yang sexy.

“Van, ngapain loe ?” tegur Tia tiba tiba yang mengejutkanku.
“Ah elo Len, ngagetin aja, untung gue gak jantungan. Koq rumahnya sepi sih Len ?”
“Khan Jane tinggal sendiri di sini.”
“Lha suami ma anaknya mana ?”
“Dia gak punya anak, udah cerai ama suaminya gara-gara gak bisa ngasih keturunan.”
“Koq gak nikah lagi ? Dia khan cantik, masa gak ada cowok yang mau.”
“Dia pernah coba tapi malah dia lebih sering di sakitin. Ada yang cuma mau hartanya, ada yang suka maen cewek, yang terakhir yang paling parah, suka mukulin. Makanya dia lebih pilih hidup sendiri, dia udah trauma ma cowok.”
“Apa karena itu, lukisan lukisan ini semua gambarnya cewek ?”
“Hei, lagi pada ngapain sih di sini ? Ngobrolnya di dalem aja yuk !” Tiba tiba Jane muncul sehingga pertanyaanku tak terjawab oleh Tia, kami pun masuk mengikuti Jane.

Kami duduk di sofa panjang dan lebar, yang ukurannya hampir mirip spring bed seukuran anak remaja. Di depan kami terdapat meja yang panjang dan lebarnya mengikuti ukuran sofa, di samping kiri ada sebuah mini Bar. Pembantu Jane, kira-kira berumur 19 tahun berwajah ayu, rambutnya panjang lurus sebahu, kulitnya sawo matang, berkaus putih ketat sehingga menonjolkan payudara yang berukuran sedang tapi tampak padat dan kencang.

Celana pendeknya ketat membuat paha dan betisnya, yang kata orang Jawa ‘mbunting padi’, terpampang sexy dan indah. Dia sedang membuatkan minuman bagi kami, tampaknya dia cukup terlatih dalam hal meracik minuman. Kami pun ngobrol sambil nonton TV Plasma yang menyiarkan acara luar negeri.

Nina berjalan ke arah kami sambil membawa snack, sebuah pitcher berukuran besar dan empat gelas crystal, rupanya Nina ikut nimbrung bersama kami. Setelah semua minuman sudah dituang, Jane mengajak kami melakukan ’toast’. Kami pun mereguk minuman kami masing-masing, bau wiskhy tercium ketika gelas itu menyentuh bibirku, tapi rasanya manis, sedikit agak keras ketika mengalir di tenggorokan, langsung berasa hangat ketika sampai di perut.

Dituangnya kembali minuman ke dalam gelasku, sekarang gantian Tia yang mengajak ‘toast’. Kamipun terlibat dalam perbincangan seru, seakan kami sudah kenal lama, beginilah wanita kalo udah ngumpul. Gelas demi gelas minuman telah kami teguk bersama, makin lama obrolan kami pun udah mulai ngawur.

Kepalaku sudah mulai pening, aku pun bersandar pada sandaran sofa. Acara TV yang dari tadi tidak kami tonton sudah berubah, sekarang mereka menyiarkan film percintaan dengan adegan sex yang tidak tersensor. Ku tonton film dengan keadaan setengah mabuk, ada desiran rangsangan yang merambati diriku.

Ku pejamkan mataku, aku merasa seperti aku yang berada dalam film itu. Sentuhan tangan aktor di film itu seperti nyata merabai paha, membelai kepala dan wajahku. Kurasakan ciumannya lembut, melumat bibirku, aku semakin terbuai. Tangannya naik dari paha ke payudaraku, meremasinya membuatku mendesah nikmat.Agen Domino99

Ku rasakan kancing celana jeansku berusaha dibuka, tampaknya tidak berhasil sehingga aku mencoba membantunya. Saat aku menyentuh kancing celanaku, tersentuh olehku tangan halus yang berkuku, sehingga aku membuka mataku. Oohh.. ternyata yang aku kira aktor itu adalah Jane. Aku terkejut dan berusaha bangun, tapi tubuhku masih lemas sehingga hanya kepalaku yang terangkat.

Ku arahkan pandang ke samping, ku lihat Tia pun tengah bercumbu dengan Nina. Pakaian mereka sudah berantakan, berserakan di sekeliling mereka. Pemandangan ini membuat gairahku menggelora, ku palingkan wajah ke arah Jane yang telah berhasil membuka celana jeansku. Ku peluk Jane, ku tarik wajahnya mendekat ke mukaku, ku lumat bibirnya yang merah dengan rakus dan liar, diapun tak kalah seru membalas ciumanku. Tanganku meluncur turun dari punggung ke arah bongkahan pantatnya yang bahenol.

Jane sudah melepas celananya dari tadi, dia hanya mengenakan BH dan celana G-String warna merah, yang kontras dengan warna kulitnya sehingga membuatnya semakin seksi. Kuremasi pantatnya, ku tarik tali celana dalamnya, sehingga bagian depannya masuk ke belahan memeknya yang sudah basah dari tadi, menggeseki kelentitnya. Janepun tak tinggal diam, tanggannya meluncur turun masuk ke dalam celana dalamku.

Diremasinya bukit kemaluanku, tangannya liar mengobok obok vaginaku, jarinya lincah bermain di itilku, sesekali keluar masuk dalam memekku. Kamipun mendesah, nafas kami sama sama memburu, memburu kenikmatan yang tiada tara. Desakan gairah yang menggelora membuatku melepas orgasme yang pertama. Tubuhku yang mengejang segera disambut oleh gesekan jari Jane yang semakin cepat menari di itilku.

Kuremas rambut Jane, aku mengerang sembari menarik pinggulnya agar semakin rapat menghimpit badanku. Aku mengejang beberapa kali, Jane menciumi dan membelaiku lembut tapi ‘panas’. Aku tahu Jane juga sudah dalam keadaan ‘puncak’, orgasmeku mulai mereda, aku langsung melancarkan seranganku, kutarik badannya ke atas sehingga toketnya tepat berada di wajahku yang langsung kukenyot, sesekali ku gigit dan kutarik putingnya.

Kuremasi bokongnya, sementara tangan yang satu bermain di vaginanya. Kujepit itilnya dengan dua jariku, kutarik pelan, kadang kuputar, Jane semakin liar mengerang dan menjambaki rambutku. Erangannya semakin keras, dia bangkit berdiri, dikaitkannya kakinya yang satu ke bahuku, memeknya kini tepat berada di wajahku.

Langsung ditekannya pantatnya ke wajahku, yang segera kusambut dengan jilatan dan hisapan. Jane menjambak rambutku lalu menggoyangkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, diikuti dengan gerakan pantatnya yang berlawanan. Dia mendongak sambil mengerang, kurasakan cairan hangat menyembur ke dalam mulutku, langsung kutelan dan kusedot lagi cairan berikutnya.

Beberapa kali Jane mengejang, lalu badannya melemas dan rebah di sampingku. Ku peluk erat Jane, ku ciumi dengan penuh gairah, gairahku masih tinggi sehingga membuatku terus menggumuli Jane yang masih menikmati orgasmenya.

Lalu aku bangkit, ku lihat Tia dan Nina yang sedang dalam posisi 69, Tia berada di bawah. Kuhampiri mereka, ku belai punggung Nina dari atas hingga pantat. Nina mendongak yang langsung kusambut bibirnya, kami berciuman sambil ku masukkan jariku ke memek Tia. Lalu aku membantu Nina menjilati memek Tia, jariku memilin milin kelentit Tia, sedangkan jari Nina terus merojoki memek Tia.

Tia semakin meliar, lalu dia mengerang dan mengejang. Cairannya yang keluar segera kami sambut, berebut kami jilati dan hisap, bahkan walaupun udah di mulut, kami masih saling hisap. Aku kini beralih ke arah Tia, wajahku menghadap bongkahan memek Nina yang menggumpal tebal. Ku jilati memek Nina dengan rakus, bibir memek yang tebal membuatku nafsu.

Tiba tiba kurasakan ada benda menyentuh kemaluanku dari belakang. Kulihat Jane mengenakan celana bertali kulit hitam, di depannya tergantung penis buatan seperti dildo, di tangannya juga menggenggam tiga buah vibrator yang langsung diberikannya kepada Tia. Jane memegang pinggulku, aku masih dalam posisi nungging sambil memegangi pantat Nina, di masukkannya penis itu ke dalam memekku.

Bless… seketika terbenamlah penis itu kedalam punyaku yang basah. Jane mulai memaju mundurkan pantatnya, ku ambil vibrator di tangan Tia sambil kugoyangkan pantatku mengimbangi goyangan Jane. Kumainkan vibrator itu ke meqi Nina, Tia pun memainkan vibrator tepat di itil Nina. Nina juga melakukan hal yang sama di memek Tia, kami berempat mendesis seperti orang kepedasan.

Aku sudah sampai pada tahap tahap puncak, ku goyangkan pantatku sejadi jadinya, hingga tubuhku melemas. Jane mencabut ‘penis’ nya dari memekku, penis itu terlihat mengkilap berlumuran pejuhku, ditusukannya penis itu ke dalam memek Nina. Tia menjilati pangkal penis itu sampai ke lubang Jane, sesekali di tariknya itil Jane.

Nina yang sedari tadi belum orgasme, sudah tidak kuat lagi menahan gelombang orgasme yang menderanya. Dia pun mendongakkan kepalanya ambil mengerang keras, Jane semakin semangat mengocoknya dari belakang, akhirnya Nina melemas di atas tubuh Tia. Aku dan Tia menjilati ‘penis’ yang sudah berlumuran peju ku dan Nina.

Jane lalu duduk, Tia bangkit dan duduk berhadapan di atas Jane, Tia bergoyang erotis sekali. Jane menyedoti tetek Tia, aku meremasi dari belakang, jariku kumainkan di memek Jane. Tak lama Tia melepas orgasmenya, dia terkulai memeluk Jane. Nina sudah bangkit mengikutiku memainkan memek Jane, dimainkannya vibrator dengan liar di memek itu.

Ku hisap dan kugigiti itil jane, Jane pun mengeletar dan muncratlah pejuhnya. Aku dan Nina langsung berebut menyambar cairan itu. Kami benar benar menikmati permainan yang baru saja kami lakukan. Dengan tubuh bugil dan basah oleh keringat, kami terlelap sambil berpeluk pelukkan.

Saat ku terbangun di pagi hari, kepalaku masih agak pening karena mabuk semalam. Ku coba untuk mengembalikan kesadaranku yang belum benar benar pulih. Pelukan tangan yang halus, tubuh bugil tanpa selembar benangpun, mengingatkanku akan kejadian semalam. Aku membalikkan tubuhku, ternyata Nina yang memelukku.

Tia dan Jane berbaring berpelukan tak begitu jauh dari tempat ku berbaring, mereka pun dalam keadaan telanjang bulat. Ku pandangi wajah Nina, hembusan nafasnya naik turun beraturan membuat payudaranya bergerak naik turun dengan berirama. Bibir tipisnya berwarna merah muda tanpa polesan lipstik, sedikit membuka sehingga terlihat agak menantang.

Gairahku yang mulai berdesir membuatku tergerak untuk melumat bibir Nina. Nina terbangun karena lumatan bibirku, ketika tahu yang melumat bibirnya adalah aku, dia membalas lumatan bibirku. Kami berpagutan dengan romantis, lidah kami saling beradu, menggelitiki rongga mulut dengan bergantian, sesekali Nina menggigit lidahku, yang ku balas dengan menggigit bibir bawahnya.

Tangan Nina yang tadi memelukku, kini aktif menelusuri tubuhku. Sentuhannya pelan tapi menggairahkan sekali, terutama bila aku mendesah karena sentuhannya mengena di bagian sensitifku, dia malah memainkan daerah itu dengan diiringi senyuman nakal, lalu dilumatnya bibirku yang membuka karena mendesah.

Kepiawaiannya dalam bercumbu sungguh luar biasa, hal ini bisa jadi karena Nina adalah pasangan Jane dalam menyalurkan hasrat sexualnya. Aku dibuatnya terbuai dengan cumbuan cumbuan Nina, sehingga vaginaku menjadi becek karena cairan kewanitaanku yang terus mengalir beriringan dengan rangsangan yang kuterima.

Kurasakan aku sudah mulai melihat ‘gerbang dari puncak kenikmatan’ yang aku rasakan. “Yan..please…aku udah gak tahan…” rintihku sambil meremasi rambutnya. Langsung Nina memposisikan wajahnya di selangkanganku, di jilat dan di hisapnya itil-ku. Aku merasa seperti tersengat listrik ribuan volt, aku terdongak sambil menjambak rambut Nina.

Ku angkat pinggulku, ku goyangkan ke kanan dan ke kiri, sesekali ku putar sembari tangan ku meremasi rambut Nina. Lidahnya sungguh lihai bermain di memek ku, jarinya pun keluar masuk dengan cepat, membuatku sampai kepada orgasme, yang telah mendesak untuk segera dikeluarkan. “Ooughh…yann…” aku mengejang, pahaku menjepit kepalanya.

Nina masih terus mengocokkan jarinya sambil matanya menatapku. Aku mengejang beberapa kali sampai orgasme ku mereda, Nina pun menghisap habis cairan yang ku keluarkan. Erangan dan teriakanku saat mencapai puncak telah membangunkan Tia dan Jane. Mereka pun terbakar gairahnya dan mulai saling mencumbu satu sama lain. Nina kini bangkit dan jongkok di atas wajahku.

Langsung ku sambar itil-nya yang sudah memerah dan basah oleh lendirnya, ku masukkan jariku ke dalam memek yang sudah basah itu, ku kocok dengan cepat sehingga berbunyi. Nina menjambak rambutku sembari menggoyangkan pantatnya maju mundur. Tangannya yang satu meremasi payudaranya sendiri, tak berapa lama tubuhnya mulai bergetar.

Sambil mengerang panjang, ditekannya pantatnya ke wajahku, pejuh menyembur banyak sekali. Saking derasnya semburan cairan pejuh nya, cairannya itu sebagian meleleh keluar dari mulutku. Nina membungkuk mencium mulutku yang masih penuh dengan pejuh nya, di telannya sebagian pejuh itu.

Tia pun sudah sampai pada orgasmenya, sekarang dia mengenakan celana kulit berpenis plastik yang semalam di kenakan Jane. Jane berposisi ‘doggy’, dengan kedua tangannya memegangi pinggiran sofa. Jane lututnya menempel di karpet lantai, tangannya yang satu memegangi pantat Jane, yang satu lagi sesekali menampar bokong Jane, sehingga bokong Jane yang putih itu memerah.

Jane mendesis dan mengerang tak karuan, tangannya meremasi sofa sambil memaju mundurkan pantatnya. Jane mendongak dengan lenguhan panjang, Jane sampai di puncak orgasmenya, Tia menghentakkan pantatnya dengan keras sembari mencengkeram bokong Jane. Tubuh Jane bergetar beberapa kali, tampak cairan putih meleleh dari penis buatan itu, lalu mereka berdua ambruk bergulingan di dekat kami.

Tak lama kamipun bangun dan mandi bersama, di dalam kamar mandi yang luas itu, kami kembali melakukan sex. Lalu kami sarapan, atau lebih tepatnya makan siang, makanan yang dipesan dari salah satu restoran cepat saji dari mall di dekat komplek perumahan Jane.

Pada waktu kami habis makan telepon genggam Tia berdering, ternyata dari Toni. Toni yang menang judi, mengajak kami untuk dugem nanti malam. Tia menanyakan ajakan Toni kepada Jane, yang dijawab dengan anggukan kepala tanda setuju. Kamipun memutuskan untuk tidur siang agar nanti malam bisa fit.

Ketika malam tiba… Toni sudah membooking sebuah room karaoke di discotheque yang berlokasi di daerah Glodok. Kami sudah tiba di room tersebut, ternyata room tersebut tidak digunakan untuk berkaraoke melainkan untuk triping. House music mengalun keras membahana di ruangan yang berukuran lumayan itu. Setelah minuman yang dipesan datang, Toni membagi-bagikan pil yang berukuran kecil. Setelah kami meminumnya, kami berjoget dan bergoyang bersama.

Kira kira 30 menit setelah aku meminum pil yang diberikan Toni tadi, aku merasa ada perasaan aneh yang menyelimutiku, ada sensasi aneh yang sulit ku ungkapkan. Ku lihat Jane, Nina & Tia berjoget dengan sexy dan erotis sekali, Toni hanya duduk sambil menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Tak lama Tia menghampiri Toni, dia membisikkan sesuatu ke Toni, yang di jawab dengan anggukan kepala. Lalu Tia mengajakku keluar, langkah kakiku terasa ringan sekali.

Ternyata Tia mengajakku ke discotheque yang letaknya tak jauh dari tempat karaoke, hanya berbatas sebuah lobby dengan aquarium besar di tengahnya. Kami masuk ke discotheque itu, Tia mengajakku berkeliling, sempat kami berjoget di panggung yang terletak di bagian depan tempat itu. Ada dua anak muda yang sedang berjoget di depan speaker besar, tak jauh dari tempat kami berjoget. Salah satu dari mereka melihat ke arah kami, Tia pun melihat ke arah mereka.

Lalu Tia berjoget dengan salah satunya, sehingga praktis temannya menghampiri aku. Kami berkenalan, yang bersama Tia bernama Bryan, yang bersamaku bernama Hendri. Keduanya keturunan chinese, yang satu berkulit putih dengan rambut di warna pirang sehingga dia dipanggil bule. Yang satu lagi berperawakan tinggi kekar, berkulit hitam, dia dipanggil Hendri. Kami berjoget bersama, tak lama Tia berbisik kepada Bryan, mengajaknya ke room. Bryan dan Hendri tak menolak ajakan Tia, kami pun beranjak dari tempat itu kembali ke room kami.

Setibanya di room, Toni, Jane dan Nina tengah bercumbu, tapi masih mengenakan pakaian, walaupun dalam keadaan berantakan dan terbuka di bagian bagian tertentu. Kedatangan kami membuat aktifitas mereka terhenti, setelah berkenalan, Toni memberikan ‘inex’ kepada Bryan dan Hendri. Bryan dan Hendri sendiri tadi telah ‘on’ tapi masih menelan ‘inex’ yang di berikan Toni.

Kamipun berjoget kembali, Toni kembali meneruskan cumbuannya kepada Jane, Nina bermain dengan penis Toni. Pemandangan itu membuat kami ‘terbakar’, Tia pun mencumbu dengan Bryan, Hendri juga tak mau kalah mencumbu aku. Satu persatu pakaian kami berserakan di lantai, hingga tak ada lagi yang mengenakan sehelai pakaian pun di tubuh.

Toni sudah mengentoti Jane yang nungging sambil menjilati memek Nina, Tia sedang mengoral kontol Bryan, Hendri tengah meremasi payudaraku sambil lidahnya bermain di memek ku. Tak tahan dengan gairah yang menggebu gebu aku melepas orgasme ku. Tapi aneh, walaupun aku sudah ‘keluar’ , gairahku masih meluap.

Kuraih kontol Hendri yang lumayan besar dan panjang itu, ku hisap sambil ku naik turunkan tanganku, Hendri hanya mendesah sambil memandangku. Jane pun sudah ‘keluar’, sekarang Toni duduk di sofa, Nina duduk mengangkang dengan punggung menghadap Toni, goyangannya erotis sekali. Tia kini bersandar di dinding, dengan satu kaki terangkat di lengan Bryan, tangannya bergayut pada leher Bryan, Bryan sedang mengentoti nya sambil berdiri.

Aku duduk di meja sambil mengangkangkan pahaku selebarnya, Hendri berlutut lalu menancapkan kontol nya. Jane menghampiriku, menciumku sambil tangannya meremasi pantat Hendri. Hendri pun mencabut kontol nya, dia menarik Jane agar nungging di hadapannya, lalu ditancapkanlah kontol nya ke dalam memek Jane, memekku kini di jilati Jane.

Tia juga sudah mengalami orgasme, Bryan kini berbaring di lantai, dan Tia berada di atasnya (WOT). Nina yang juga sudah ‘keluar’, duduk mengangkang di entoti Toni. Aku ‘keluar’ lagi, cairanku disedot Jane yang masih di ‘doggy’ ama Hendri. Lalu Jane berposisi WOT di atas Hendri, tak lama Jane ‘keluar’ di barengi dengan Hendri. Bryan pun udah orgasme waktu Tia nungging sambil ngoral kontol Toni yang abis orgasme. Kami beristirahat sambil minum minum, waktu gairah dan enerji kembali pulih, kami kembali melakukan sex seperti tadi dengan berganti ganti pasangan.

Hingga pagi menjelang, kami berpisah dengan kenangan tak terlupakan…

Posting Komentar

0 Komentar